MEKANISME PEMBUKTIAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA SIBER (THE VERIFICATION MECHANISMS IN THE EVENT OF CYBER CRIME)

Alfian Mardiansyah

Abstract

Dalam sistem pembuktian di Indonesia, kesalahan terdakwa ditentukan oleh minimal dua alat
bukti yang sah dan keyakinan hakim. Keabsahan alat bukti didasarkan pada pemenuhan
syarat dan ketentuan baik segi formil dan materiil. Prinsip ini juga berlaku terhadap
pengumpulan dan penyajian alat bukti elektronik baik yang dalam bentuk original maupun
hasil cetaknya, yang diperoleh baik melalui penyitaan maupun hasil cetaknya, yang diperoleh
baik melalui penyitaan maupun intersepsi. KUHAP telah memberikan pengaturan yang jelas
mengenai upaya paksa penggeledahan dan penyitaan secara umum, tetapi belum terhadap
sistem elektronik. Akan tetapi, KUHAP belum mengatur mengenai intersepsi atau
penyadapan, hal ini diatur dalam berbagai Undang-Undang yang lebih spesifik. Oleh karena
itu, ketentuan dan persyaratan formil dan materiil mengenai alat bukti elektronik harus
mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan undang-undang lain yang mengatur
secara spesifik mengenai alat bukti elektronik tersebut.

Keywords

pembuktian, tindak pidana siber.

Full Text:

PDF

References

Agus Rahardjo, Cybercrime-Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002

Ahmad Ramli, Cyber law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Refika Aditama,

Bandung, 2004

Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (CyberCrime),Jakarta, PT.

RajaGrafindo Persada, 2012

Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrime Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana,

Tatanusa, Jakarta, 2012

R.Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 2010

Siwanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, PT.Asdi Mahasatya,

Jakarta 2009