BATAS KONSTITUSIONAL KEKUASAAN EKSEKUTIF PRESIDEN (CONSTITUTIONAL LIMITS OF THE PRESIDENTIAL EXECUTIVE

Hendra Wahanu Prabandani

Abstract

Sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh Indonesia idealnya memberikan kekuasaan
yang luas bagi presiden untuk melaksakan tugas eksekutifnya. Kekuasaan yang luas tersebut
hanya dapat dibatasi oleh kekuasaan lain dengan alasan konstitusional. Tulisan ini bermaksud
untuk mendalami dua konsep besar dalam hukum tata negara yaitu hak prerogatif dan prinsip
separation of powers sebagai batasan konstitusional kekuasaan eksekutif presiden. Alat analisis
yang digunakan antara lain adalah pendekatan sejarah, teori konstitusi dan praktek yang
berlaku dinegara lain yaitu Amerika Serikat, New Zealand dan Canada. Hasil analisis
menunjukkan bahwa hak prerogatif berbeda dengan hak eksekutif presiden. Hak prerogatif
memberikan ruang yang luas kepada presiden untuk menggunakan kekuasaannya untuk
mengisi ruang yang belum diatur dalam konstitusi sepanjang untuk menjalankan tugas
eksekutifnya. Batasan hak prerogatif adalah penggunaannya yang dibatasi pada keadaan
darurat sampai dengan lembaga legislatif dapat mengaturnya dalam perundang-undangan.
Sedangkan prinsip separation of powers mendalilkan dua penafsiran yaitu formalis dan
fungsionalis. Pandangan formalis mendasarkan dirinya pada unitary power doctrine yang
melarang segala bentuk intervensi cabang kekuasaan lain terhadap kekuasaan eksekutif,
sedangkan pendekatan fungsionalis beranggapan bahwa batasan kekuasaan eksekutif
dimungkinkan selama tidak berdampak secara mendasar kepada presiden untuk menjalankan
kekuasaan eksekutifnya.

Keywords

Kekuasaan eksekutif; hak prerogatif; separation of powers

Full Text:

PDF

References

Buku

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Jakarta: Penerbit Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI,

Jakarata

Chemerinsky, Erwin. 2006. Constitutional Law Principles and Policies (3rd edition).

New York: Aspen Publishers

Farrier, Jasmin, et all. 2013. Legislatif Leader dalam The Powers of the Presidency (4th

Edition), Los Angeles California: CQ Press

Indrayana, Denny. 2008. Indonesian Constitutional Reform 1999-2000, An Evaluation

of Constitutional Making in Transition, Jakarta: Kompas Book Publishing.

Jesse H.Choper et all. 2011. Constitutional Law: Cases, Comments and Questions (11th

edition). Minnesotta: Thomson Reuters

Jurnal

BV Harris. 2000. Replacement of the Royal Prerogative in New Zealand. New Zealand

University Law Review. Vol. 23: 285-314

Clement Fatovic. 2013. Blurring The Lines: The Continuities Between Executive Power

And Prerogative. Maryland Law Review, Vol. 73: 16-53

John F. Manning. 20011. Separation Of Powers As Ordinary Interpretation, Harvard

Law Review, Vol 124: 1942-2039

Jack M. Beerman. 2011. An Inductive Understanding of Separation of Powers.

Administrative Law Review. Vol 467: 468-514

John D. Richard. 2009. Separation of Powers: The Canadian Experience. Duquesne

Law Review, Vol. 47: 731-759

M. Elizabeth Magill. 2000. The Real Separation In Separation Of Powers Law. Virginia

Law Review. Vol. 86: 1132-1198

Peter L. Straus. 1987. Formal and functional approaches to separation-of-powers

questions—a foolish inconsistency?, Cornell Law Review. Vol 488: 489-526

Robert J. Reinstein. 2009. The Limits of Executive Power. American University Law

Review, Vol 59: 259-284

Makalah

Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat

UUD Tahun 1945 makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum

Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Pembangunan

Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM pada tanggal 14-18 Juli 2003

Risalah Sidang Mahakamah Konstitusi

Risalah Sidang Mahkamah Konstitusi No. 22/PUU-XII/2015 untuk uji material UU

No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang

TNI

Putusan Pengadilan

Humphrey‟s Executor v. US, 295 US 602 (1935)

Bowsher v. Synar, 478 US 714 (1986)

Youngston v. Sawyer, 343 U.S. 579 (1952)

Imigration and Naturalization Services v. Chadha, 462 U.S. 919 (1983)

Morrison v. Olson, 487 U.S. 654 (1998)

Mistretta v. US, 488 U.S. 361 (1998)

Lain-Lain

Alexander Hamilton dalam the Federalist No. 73